Focus Muhasabah
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian
kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah
dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”. (Q.S Al-Hasyr
:59:18)
Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah
al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma’ani: “Setiap perbuatan manusia yang
telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan
diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya
merupakan hari akherat merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan
utamanya”.
Jika kita berfikir tujuan manusia hidup didunia ialah
mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu akherat, lalu sudahkah
perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan manifestasi kecintaan kita kepada
Allah SWT ?? cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki
masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah selalu
mengevaluasi dengan berMuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia
lakukan, sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob:
“Evaluasi (Hisablah) dirimu sebelum kalian dihadapan Allah kelak”. Pentingnya
setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat
nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah SWT. Yang segala sesuatunya
akan diminta pertanggung jawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia
adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap
hari esok yang lebih baik. Sebagaimana dalam sebuah ungkapan yang sangat
terkenal Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Barang siapa hari ini, tahun
ini lebaih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses, tapi
siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia orang yang
tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk daripada hari dan tahun
kemarin maka dialah orang yang terlaknat.” Untuk itu, takwa harus senantiasa
menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun, ada baiknya kita melihat kembali
jalan untuk menuju takwa, Para ulama menyatakan setidaknya ada lima jalan yang
patut kita renungkan mengawali tahun ini dalam mengapai ketakwaan. Jalan-jalan
itu adalah.
Mu’ahadah, mengingat perjanjian dengan Allah
SWT. Sebelum manusia lahir ke dunia, masih berada pada alam gaib, yaitu di alam
arwah, Allah telah membuat “kontrak” tauhid dengan ruh.
Mujahadah, bersungguh hati melaksanakan ibadah
dan teguh berkarya amal shaleh, sesuai dengan apa yang telah diperintahkan
Allah SWT yang sekaligus amanat serta tujuan diciptakannya manusia.
Muraqabah, merasa selalu diawasi oleh Allah SWT
sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Muhasabah, berarti introspeksi diri, menghitung
diri dengan amal yang telah dilakukan. Manusia yang berutung adalah manusia
yang tahu diri, dan selalu mempersiapkan diri untuk kehidupan kelak yang abadi
di yaumul akhir.
Mu’aqobah, pemberian sanksi terhadap diri
sendiri. Apabila melakukan kesalahan atau sesuatu yang bersifat dosa maka ia
segera menghapus dengan amal yang lebih utama meskipun terasa berat, seperti
berinfaq dan sebagainya.
Mengawali semangat baru setelah Ramadhan ini, mari takwa
harus kita jadikan hisab diri, bekal diri, dengan menepuh lima cara tadi. Yaitu
Mu’ahadah, Mujahadah, Muraqabah, Muhasabah, Mu’aqobah. Evaluasi diri
mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa diawasi Allah
dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri. Janji limahal ini kita
jadikan bekal insyaALlah menapaki hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi
tahun kita akan selalu menapakinya dengan indah dan selalu meningkat kualitas
diri kita, insyaAllah.
Dari hal tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa arti kata
Muhasabah itu adalah evaluasi diri terhadap hal yang pernah dilakukan agar kita
lebih baik lagi dihari yang akan datang.
Indikasi Kesuksesan dan Kegagalan.
Orang yang pandai (sukses) adalah yang mengevaluasi dirinya
serta beramal untuk kehidupan setelah kematiannya. Ungkapan sederhana ini
sungguh menggambarkan sebuah visi yang dimiliki seorang Muslim. Sebuah visi
yang membentang bahkan menembus dimensi kehidupan dunia, yaitu visi hingga
kehidupan setelah kematian. Seorang Muslim tidak seharusnya hanya berwawasan
sempit dan terbatas, sekedar pemenuhan keinginan untuk jangka waktu sesaat.
Namun lebih dari itu, seorang Muslim harus memiliki visi dan planing untuk
kehidupannya yang lebih bkekal abadi. Karena orang sukses adalah yang mampu
mengatus keinginan singkatnya demi keinginan jangka panjangnya. Orang bertakwa
adalah yang rela mengorbankan keinginan duniawinya, demi tujuan yang lebih
mulia, kebahagian kehidupan ukhrawi. Muhasabah atau Evaluasi atas visi inilah
yang digambarkan oleh Rasulullah SAW. Sebagai kunci pertama dari kesuksesan.
Selain itu, Rasulullah SAW. Juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu
“Action After Evalution”. Artinya setelah evaluasi harus ada aksi
perbaikan.Rasulullah SAW mengisyaratkan bahwa Muhasabah juga tidak akan berarti
apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan. Sementara kebalikanya, yaitu
kegagalan. Disebut oleh Rasulullah SAW, dengan orang yang lemah, memiliki dua
ciri mendasar yaitu orang yang mengikuti hawa nafsunya, membiarkan hidupnya
tidak memiliki visi, tidak memiliki planing, tidak ada action dari planingnya,
terlebih-lebih meMuhasabahi perjalanan hidupnya. Sedangkan yang kedua adalah memiliki banyak
angan-angan dan khayalan, berangan-angan terhadap Allah. Maksudnya, adalah
sebagaimana dikemukankan oleh Imam AL-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi,
sebagai berikut: Dia (orang yang lemah), bersaan dengan lemahnya ketaatannya
kepada Allah dan selalu mengikuti hawa nafsunya, tidak pernah meminta ampunan
kepada Allah, bahkan selalu barangan-angan bahwa Allah akan mengampuni
dosa-dosanya.