Senin, 28 Juli 2014

Muhasabah (Evaluasi diri)

Focus Muhasabah



“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”. (Q.S Al-Hasyr :59:18)

Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi dalam kitabnya Ruhul Ma’ani: “Setiap perbuatan manusia yang telah dilakukan pada masa lalu, mencerminkan perbuatan dia untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akherat merugilah manusia yang tidak mengetahui tujuan utamanya”.

Jika kita berfikir tujuan manusia hidup didunia ialah mempersiapkan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu akherat, lalu sudahkah perbuatan yang telah dilakukan kita merupakan manifestasi kecintaan kita kepada Allah SWT ?? cermin yang paling baik adalah masa lalu, setiap individu memiliki masa lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah selalu mengevaluasi dengan berMuhasabah diri dalam setiap perbuatan yang telah ia lakukan, sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob: “Evaluasi (Hisablah) dirimu sebelum kalian dihadapan Allah kelak”. Pentingnya setiap individu menghisab dirinya sendiri untuk selalu mengintrospeksi tingkat nilai kemanfaatan dia sebagai seorang hamba Allah SWT. Yang segala sesuatunya akan diminta pertanggung jawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia adalah yang dapat mengambil hikmah dari apa yang telah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih baik. Sebagaimana dalam sebuah ungkapan yang sangat terkenal Rasulullah SAW bersabda, yang artinya: “Barang siapa hari ini, tahun ini lebaih baik dari hari dan tahun yang lalu, dialah orang yang sukses, tapi siapa yang hari dan tahun ini sama hari dan tahun kemarin maka dia orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan tahun ini lebih buruk daripada hari dan tahun kemarin maka dialah orang yang terlaknat.” Untuk itu, takwa harus senantiasa menjadi bekal dan perhiasan kita setiap tahun, ada baiknya kita melihat kembali jalan untuk menuju takwa, Para ulama menyatakan setidaknya ada lima jalan yang patut kita renungkan mengawali tahun ini dalam mengapai ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah.

Mu’ahadah, mengingat perjanjian dengan Allah SWT. Sebelum manusia lahir ke dunia, masih berada pada alam gaib, yaitu di alam arwah, Allah telah membuat “kontrak” tauhid dengan ruh.

Mujahadah, bersungguh hati melaksanakan ibadah dan teguh berkarya amal shaleh, sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah SWT yang sekaligus amanat serta tujuan diciptakannya manusia.

Muraqabah, merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Muhasabah, berarti introspeksi diri, menghitung diri dengan amal yang telah dilakukan. Manusia yang berutung adalah manusia yang tahu diri, dan selalu mempersiapkan diri untuk kehidupan kelak yang abadi di yaumul akhir.

Mu’aqobah, pemberian sanksi terhadap diri sendiri. Apabila melakukan kesalahan atau sesuatu yang bersifat dosa maka ia segera menghapus dengan amal yang lebih utama meskipun terasa berat, seperti berinfaq dan sebagainya.

Mengawali semangat baru setelah Ramadhan ini, mari takwa harus kita jadikan hisab diri, bekal diri, dengan menepuh lima cara tadi. Yaitu Mu’ahadah, Mujahadah, Muraqabah, Muhasabah, Mu’aqobah. Evaluasi diri mengingat-ingat janji diri, punya kesungguhan diri, selalu merasa diawasi Allah dan memberikan hukuman terhadap diri kita sendiri. Janji limahal ini kita jadikan bekal insyaALlah menapaki hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun kita akan selalu menapakinya dengan indah dan selalu meningkat kualitas diri kita, insyaAllah.

Dari hal tersebut dapat diperoleh kesimpulan bahwa arti kata Muhasabah itu adalah evaluasi diri terhadap hal yang pernah dilakukan agar kita lebih baik lagi dihari yang akan datang.

Indikasi Kesuksesan dan Kegagalan.


Orang yang pandai (sukses) adalah yang mengevaluasi dirinya serta beramal untuk kehidupan setelah kematiannya. Ungkapan sederhana ini sungguh menggambarkan sebuah visi yang dimiliki seorang Muslim. Sebuah visi yang membentang bahkan menembus dimensi kehidupan dunia, yaitu visi hingga kehidupan setelah kematian. Seorang Muslim tidak seharusnya hanya berwawasan sempit dan terbatas, sekedar pemenuhan keinginan untuk jangka waktu sesaat. Namun lebih dari itu, seorang Muslim harus memiliki visi dan planing untuk kehidupannya yang lebih bkekal abadi. Karena orang sukses adalah yang mampu mengatus keinginan singkatnya demi keinginan jangka panjangnya. Orang bertakwa adalah yang rela mengorbankan keinginan duniawinya, demi tujuan yang lebih mulia, kebahagian kehidupan ukhrawi. Muhasabah atau Evaluasi atas visi inilah yang digambarkan oleh Rasulullah SAW. Sebagai kunci pertama dari kesuksesan. Selain itu, Rasulullah SAW. Juga menjelaskan kunci kesuksesan yang kedua, yaitu “Action After Evalution”. Artinya setelah evaluasi harus ada aksi perbaikan.Rasulullah SAW mengisyaratkan bahwa Muhasabah juga tidak akan berarti apa-apa tanpa adanya tindak lanjut atau perbaikan. Sementara kebalikanya, yaitu kegagalan. Disebut oleh Rasulullah SAW, dengan orang yang lemah, memiliki dua ciri mendasar yaitu orang yang mengikuti hawa nafsunya, membiarkan hidupnya tidak memiliki visi, tidak memiliki planing, tidak ada action dari planingnya, terlebih-lebih meMuhasabahi perjalanan hidupnya.  Sedangkan yang kedua adalah memiliki banyak angan-angan dan khayalan, berangan-angan terhadap Allah. Maksudnya, adalah sebagaimana dikemukankan oleh Imam AL-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi, sebagai berikut: Dia (orang yang lemah), bersaan dengan lemahnya ketaatannya kepada Allah dan selalu mengikuti hawa nafsunya, tidak pernah meminta ampunan kepada Allah, bahkan selalu barangan-angan bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosanya.

Senin, 21 Juli 2014

Study Banding Rohis Sma Negeri Kerjo

Assalamualaiku wr. wb



Jamaah Shalahuddin adalah meruapakan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Universitas Gadjah Mada dan merupakan bagian unit kegiatan mahasisiwa yang ada dikampus ini sehingga keberadaannya diakui secara formal.






Dari itulah maka Rohis Sma Negeri Kerjo pada tanggal 26 Juni mengadakan Study Banding ke UGM dan rihlah ke Pantai Parangtritis dan Malioboro.
Persiapan sendiri dimulai dengan kumpul di Masjid At Taqwa Sma Negeri Kerjo pukul 05.30 pagi.




Keberangkatan sendiri ke UGM jam 06.00 pagi. (Walau waktu berbeda dengan jadwal tapi perjalanan ke Ugm tetap lancar Allahamdulillah)
Diba di UGM saendiri kira-kira pukul 11.00 siang, dan sampainya di UGM sudah disambut megahnya Maskam (Masjid Kampus UGM)





Sedikit cerita tentang Maskam UGM. Sejarah berdirinya Maskam UGM sendiri, tidak lepas dari peran aktivis JS sendiri mengingat Masjid merupakan benda yang sangat dirindukan kehadirannya bagi umat Muslim saat itu. Dalam Laporan Pertanggung Jawaban JS tahun 1989 tercantum bahwa UGM adalah satu-satunya Universitas yang ada di Jawa yang belum mempunyai masjid saat itu. Maka, isu untuk terbentuknya Masjid Kampus saat itu digencarkan dari Ramadhan 1407H. Ada dua permasalahan mendasar Maskam adalah lokasi dan dana. Hingga tanggal 31 Desember 1988 telah dicapai titik terang tentang lokasi maskam yaitu di tenggara Fakultas Psikologi (Saat itu masih berupa tanah makan Cina). Tahun-tahun selanjutnya isu pembangunan Maskam semakin meluas, sehingga Rektor membuat team pembangunan Masjid yang melibatkan JS dan beberapa mahasiswa Arsitek untuk merancang sebuah fisik Masjid yang lengkap berupa fasilitasnya. Selanjutnya permasalahan Maskam ada pada lokasi yang masih berupa makam, karena selama makam masih ada disana maka pembangunan sulit untuk dilakukan. Sehingga diambil kesepakatan peletakkan batu makam tersebut di Gunung Sempu, Bamping dan Piyungan. Hingga akhirnya pada tahun 1998 dilaksanakan peletakan batu yang pertama pendiri Masjid Kampus UGM, yang pada tahun itu juga berbarengan dengan lahirnya Reformasi yang cukup monumental dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia. Keberhasilan pembangunan masjid kampus tersebut tidak lepas dari sehatnya sebuah Lembaga Dakwah Kampus UGM yang didalamnya, karena dalam hal ini JS berperan disana.



Setelah sholat Dhuhur acara antara Jamaah Shalahuddin dan Rohis SmA Negeri Kerjo dimulai, kegiatan bertukar pikiran tentang problematika Dakwah. Dari pertemuan itulah kami Rohis SMA Negeri Kerjo mulai mengerti tentang cara mengatasi permasalahan yang kami atasi itu.





Setelah acara itu dilanjutkan dengan kenang-kenangan Rohis SMA N Kerjo kepada Jamaah Shalahuddin yang diberikan oleh Akhi Dendi Kusuma Wardana.




Dilanjutkan foto bersama sebagai kenag-kenagan anatara Rohis Sma N Kerjo dengan Jamaah Shalahuddin di depan Maskam UGM.




Setelah acara itu dilanjutkan kunjungan Rohis Sma  N Kerjo ke pantai Parangtritis, walau ada sedikit rasa sedih perpisahan dengan Jamaah Shalahuddin, tapi yang kami yakini suatu saat nanti pasti ada anggota Rohis Sma N Kerjo yang akan meneruskan jalan Dakwah di UGM sana.
Beranjak ke Pantai Parangtritis kami tiba disana sudah disambut cuaca buruk di sana, walau begitu semangat kami belum padam.





Dari Pantai Rangtritis kami beranjak ke Malioboro dan dilanjutkan pulang. (Afwan tidak ada fotonya)
Sekian dari cerita Study Banding Rohis Sma N Kerjo,
Wasallammualaikum wr. wb

Semangat kami Rohis Sma  N Kerjo, sedikit Foto narsis dari kami :D 






Senin, 07 Juli 2014

Pandangan dan Maksiat

Pintu-Pintu Dosa Dan Maksiat




                Bagaimana Maksiat Memasuki Diri Seorang Hamba??

Kebanyakan maksiat masuk ke dalam diri seorang hamba melalui empat pintu, sebagaimana ada seorang yang pernah berkata “Siapa yang menjaga empat hal ini berarti telah menjaga agamanya, yaitu pandangan, pikiran, ucapan dan langkah”. Berikut ini adalah uraian tentang salah satu dari keempat pintu tersebut.

Pandangan

Pandangan merupakan pemandu dan utusan syahwat. Menjaga pandangan  merupakan tindakan utama dalam menjaga kemaluan. Barang siapa mengumbar pandangannya, maka ia telah menggiring dirinya kepada keinasaan.

Nabi SAW bersabda: “Janganlah kamu mengikutkan pandangan dengan pandangan berikutnya. Sebab, hanya pandangan pertama saja yang dibolehkan bagimu tidak untuk pandangan setelahnya.” (HR. Abu Dawud).

Disebutkan dalam al Musnad, dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda: “Pandangan merupakan anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Maka, barang siapa menahan pandangannya dari kecantikan seorang wanita karena Allah, niscaya Allah akan memberikan kenikmatan dalam hatinya sampai hari pertemuan dengan-Nya” (HR. Ahmad).

 Beliau Nabi SAW bersabda: “Tundukkan pandangan kalian dan jagalah kemaluan kalian” (HR. Ahmad)
Nabi SAW bersabda: “Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan-jalan”. Para Sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, itu tempat duduk-duduk kami. Kami tidak dapat meniggalkannya.” Nabi SAW bersabda: “Jika kalain harus melakukan hal itu, maka berikan kepada jalan itu haknya”. Para Sahabat bertanya: “Apakah haknya?” Nabi SAW menjawab: “Menundukkan pandangan, tidak mengganggu dan membalas salam”. (HR. Al-Bukhori)

Pandangan merupakan pangkal dari segala bencana yang menimpa manusia. Sebab, pandangan akan melahirkan getaran hati, diikuti dengan angan-angan yang membangkitkan syahwat dan keinginan yang semakin menguat dan akhirnya menjadi kebetulan tekad, hingga terjadilah perbuatan itu secara pasti, selama tidak ada penghalang yang menghalanginya. Dalam hal ini ada yang berkata: “Kesabaran dalam menundukkan pandangan masih lebih ringan daripada kesabaran dalam menanggung beban akibatnya”.

Seorang penyair berkata:

Setiap bencana berawal dari pandangan mata, sebagaimana api yang besar berasal dari percikan bara.
Berapa banyak pendangan sanggup menembus relung hati pemiliknya, seperti kekuatan anak panah yang lepas dari busurnya.

Seorang hamba, selama mengumbar pandangannnya untuk memandang selainnya, maka dia berada dalam bahaya.

Ia menyenagkan mata dengan sesuatu yang membahayakan hatinya, maka janganlah menyambut kesenangan yang akan memebawa pada bencana.

Di antara bencana yang ditimbulkan pandangan adalah penyesalan, malapetaka dan sakit hati. Tatkala seorang hamba melihat sesuatu yang ia tidak mampu meraihnya, juga tidak mampu bersabar atasnya, sesungguhnya hal ini merupakan salah satu bentuk siksaan yang paling pedih. Yaitu, (penderitaan yang menerpa) manakala kamu melihat perkara yang kamu tidak mampu bersabar atas perkara tersebut, tidak juga atas sebagiannya, bahkan kamu tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk meraihnya.
Seorang penyair berkata:

Setiap kali engkau mengumbar pandanganmu yang menjadi utusan hatimu, maka setiap yang kau pandang itu akan menggelisahkan hati.

Engkau melihat sesuatu yang seluruhnya tidak mampu kau dapatkan, dan atas sebagaimana pun kau tidak punya kesabaran.

Bait sya’ir diatas membutuhkan penjelasan. Maksudnya, kamu melihat sesuatu yang tidak mampu diraih sama sekali, meskipun hanya sedikit, sementara kamu juga tidak mampu bersabar atas sebagaimananya. Perkataan: laa kulluhu anta qoodirun’alaihi bermakna menadikan kemampuannya uuntuk mendapatkan sesuatu tersebut secara keseluruhan, yang berarti pula menafikkan kemampuan untuk mendapatkan setiap bagiannya.

Berapa banyak orang yang tidak menhentikan pandangan hingga terbunuh diatas pandangan-pandangan itu.
Ia bosan dengan keselamatan lalu mengumbar pandangannya, sambil berdiri di atas puing-puing sidangka rupawan.

Ia masih terus mengumbar pandangannya, hingga ia terbunuh di atas pandangan-pandangannya itu.
Menakjubkan, bahwasanya pandanga  seseorang ibarat anak panah yang jika sampai kepada sasaran (apa yang dipandangnya), akan menempati suatu tempat dalam reluang hati yang memandangnya.

Ada pula dalam sya’ir lain:

Wahai orang yang bersungguh-sungguh melontarkan panah pandangan, engkaulah korban terbunuh dari apa yang kau lontarkan, jika tidak mengenai sasaran

Wahai pengutus pandangan yang sedang mencari kesembuhan baginya, tahanlah utusanmu agar tidak datang membawa kebinasaan.

Lebih aneh lagi, pandangan itu melukai hati dengan luka yang mendalam, lalu diikat dengan luka di atas luka; tetapi luka itu tidak membuat pelakunya jera sehingga dia tetap mengulang-ulang kembali perbuatan tersebut.
Sya’ir mengenai hal ini:

Engkau selalu mengikuti pandangan demi pandangan terhadap setiap sesuatu yang elok menawan

Engkau menyangka hal itu adalah penawar luka yang kau derita, namun kenyataannya justru mendatangkan luka di atas luka.

Maka, kau sembelih matamu dengan pandangan dan tangisan, sedangkan hatimu kau jadikan sembelihan yang sebenarnya.

Ada yang berkata, “Menahan pandangan lebih ringan dibandingkan penyesalan yang terus berlangsung”.


-Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ad-Daa’ wa ad-Dawwa’-