Senin, 07 Juli 2014

Pandangan dan Maksiat

Pintu-Pintu Dosa Dan Maksiat




                Bagaimana Maksiat Memasuki Diri Seorang Hamba??

Kebanyakan maksiat masuk ke dalam diri seorang hamba melalui empat pintu, sebagaimana ada seorang yang pernah berkata “Siapa yang menjaga empat hal ini berarti telah menjaga agamanya, yaitu pandangan, pikiran, ucapan dan langkah”. Berikut ini adalah uraian tentang salah satu dari keempat pintu tersebut.

Pandangan

Pandangan merupakan pemandu dan utusan syahwat. Menjaga pandangan  merupakan tindakan utama dalam menjaga kemaluan. Barang siapa mengumbar pandangannya, maka ia telah menggiring dirinya kepada keinasaan.

Nabi SAW bersabda: “Janganlah kamu mengikutkan pandangan dengan pandangan berikutnya. Sebab, hanya pandangan pertama saja yang dibolehkan bagimu tidak untuk pandangan setelahnya.” (HR. Abu Dawud).

Disebutkan dalam al Musnad, dari Nabi SAW, bahwasanya beliau bersabda: “Pandangan merupakan anak panah beracun dari anak-anak panah iblis. Maka, barang siapa menahan pandangannya dari kecantikan seorang wanita karena Allah, niscaya Allah akan memberikan kenikmatan dalam hatinya sampai hari pertemuan dengan-Nya” (HR. Ahmad).

 Beliau Nabi SAW bersabda: “Tundukkan pandangan kalian dan jagalah kemaluan kalian” (HR. Ahmad)
Nabi SAW bersabda: “Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan-jalan”. Para Sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, itu tempat duduk-duduk kami. Kami tidak dapat meniggalkannya.” Nabi SAW bersabda: “Jika kalain harus melakukan hal itu, maka berikan kepada jalan itu haknya”. Para Sahabat bertanya: “Apakah haknya?” Nabi SAW menjawab: “Menundukkan pandangan, tidak mengganggu dan membalas salam”. (HR. Al-Bukhori)

Pandangan merupakan pangkal dari segala bencana yang menimpa manusia. Sebab, pandangan akan melahirkan getaran hati, diikuti dengan angan-angan yang membangkitkan syahwat dan keinginan yang semakin menguat dan akhirnya menjadi kebetulan tekad, hingga terjadilah perbuatan itu secara pasti, selama tidak ada penghalang yang menghalanginya. Dalam hal ini ada yang berkata: “Kesabaran dalam menundukkan pandangan masih lebih ringan daripada kesabaran dalam menanggung beban akibatnya”.

Seorang penyair berkata:

Setiap bencana berawal dari pandangan mata, sebagaimana api yang besar berasal dari percikan bara.
Berapa banyak pendangan sanggup menembus relung hati pemiliknya, seperti kekuatan anak panah yang lepas dari busurnya.

Seorang hamba, selama mengumbar pandangannnya untuk memandang selainnya, maka dia berada dalam bahaya.

Ia menyenagkan mata dengan sesuatu yang membahayakan hatinya, maka janganlah menyambut kesenangan yang akan memebawa pada bencana.

Di antara bencana yang ditimbulkan pandangan adalah penyesalan, malapetaka dan sakit hati. Tatkala seorang hamba melihat sesuatu yang ia tidak mampu meraihnya, juga tidak mampu bersabar atasnya, sesungguhnya hal ini merupakan salah satu bentuk siksaan yang paling pedih. Yaitu, (penderitaan yang menerpa) manakala kamu melihat perkara yang kamu tidak mampu bersabar atas perkara tersebut, tidak juga atas sebagiannya, bahkan kamu tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk meraihnya.
Seorang penyair berkata:

Setiap kali engkau mengumbar pandanganmu yang menjadi utusan hatimu, maka setiap yang kau pandang itu akan menggelisahkan hati.

Engkau melihat sesuatu yang seluruhnya tidak mampu kau dapatkan, dan atas sebagaimana pun kau tidak punya kesabaran.

Bait sya’ir diatas membutuhkan penjelasan. Maksudnya, kamu melihat sesuatu yang tidak mampu diraih sama sekali, meskipun hanya sedikit, sementara kamu juga tidak mampu bersabar atas sebagaimananya. Perkataan: laa kulluhu anta qoodirun’alaihi bermakna menadikan kemampuannya uuntuk mendapatkan sesuatu tersebut secara keseluruhan, yang berarti pula menafikkan kemampuan untuk mendapatkan setiap bagiannya.

Berapa banyak orang yang tidak menhentikan pandangan hingga terbunuh diatas pandangan-pandangan itu.
Ia bosan dengan keselamatan lalu mengumbar pandangannya, sambil berdiri di atas puing-puing sidangka rupawan.

Ia masih terus mengumbar pandangannya, hingga ia terbunuh di atas pandangan-pandangannya itu.
Menakjubkan, bahwasanya pandanga  seseorang ibarat anak panah yang jika sampai kepada sasaran (apa yang dipandangnya), akan menempati suatu tempat dalam reluang hati yang memandangnya.

Ada pula dalam sya’ir lain:

Wahai orang yang bersungguh-sungguh melontarkan panah pandangan, engkaulah korban terbunuh dari apa yang kau lontarkan, jika tidak mengenai sasaran

Wahai pengutus pandangan yang sedang mencari kesembuhan baginya, tahanlah utusanmu agar tidak datang membawa kebinasaan.

Lebih aneh lagi, pandangan itu melukai hati dengan luka yang mendalam, lalu diikat dengan luka di atas luka; tetapi luka itu tidak membuat pelakunya jera sehingga dia tetap mengulang-ulang kembali perbuatan tersebut.
Sya’ir mengenai hal ini:

Engkau selalu mengikuti pandangan demi pandangan terhadap setiap sesuatu yang elok menawan

Engkau menyangka hal itu adalah penawar luka yang kau derita, namun kenyataannya justru mendatangkan luka di atas luka.

Maka, kau sembelih matamu dengan pandangan dan tangisan, sedangkan hatimu kau jadikan sembelihan yang sebenarnya.

Ada yang berkata, “Menahan pandangan lebih ringan dibandingkan penyesalan yang terus berlangsung”.


-Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ad-Daa’ wa ad-Dawwa’-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar