Pintu-Pintu Dosa Dan Maksiat
Bagaimana Maksiat Memasuki Diri
Seorang Hamba??
Kebanyakan maksiat masuk ke dalam diri seorang hamba melalui
empat pintu, sebagaimana ada seorang yang pernah berkata “Siapa yang menjaga
empat hal ini berarti telah menjaga agamanya, yaitu pandangan, pikiran, ucapan
dan langkah”. Berikut ini adalah uraian tentang salah satu dari keempat pintu
tersebut.
Pandangan
Pandangan merupakan pemandu dan utusan syahwat. Menjaga
pandangan merupakan tindakan utama dalam
menjaga kemaluan. Barang siapa mengumbar pandangannya, maka ia telah menggiring
dirinya kepada keinasaan.
Nabi SAW bersabda: “Janganlah kamu mengikutkan pandangan
dengan pandangan berikutnya. Sebab, hanya pandangan pertama saja yang
dibolehkan bagimu tidak untuk pandangan setelahnya.” (HR. Abu Dawud).
Disebutkan dalam al Musnad, dari Nabi SAW, bahwasanya beliau
bersabda: “Pandangan merupakan anak panah beracun dari anak-anak panah iblis.
Maka, barang siapa menahan pandangannya dari kecantikan seorang wanita karena
Allah, niscaya Allah akan memberikan kenikmatan dalam hatinya sampai hari
pertemuan dengan-Nya” (HR. Ahmad).
Beliau Nabi SAW
bersabda: “Tundukkan pandangan kalian dan jagalah kemaluan kalian” (HR. Ahmad)
Nabi SAW bersabda: “Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan-jalan”.
Para Sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, itu tempat duduk-duduk kami. Kami
tidak dapat meniggalkannya.” Nabi SAW bersabda: “Jika kalain harus melakukan
hal itu, maka berikan kepada jalan itu haknya”. Para Sahabat bertanya: “Apakah
haknya?” Nabi SAW menjawab: “Menundukkan pandangan, tidak mengganggu dan
membalas salam”. (HR. Al-Bukhori)
Pandangan merupakan pangkal dari segala bencana yang menimpa
manusia. Sebab, pandangan akan melahirkan getaran hati, diikuti dengan
angan-angan yang membangkitkan syahwat dan keinginan yang semakin menguat dan
akhirnya menjadi kebetulan tekad, hingga terjadilah perbuatan itu secara pasti,
selama tidak ada penghalang yang menghalanginya. Dalam hal ini ada yang
berkata: “Kesabaran dalam menundukkan pandangan masih lebih ringan daripada
kesabaran dalam menanggung beban akibatnya”.
Seorang penyair berkata:
Setiap bencana berawal dari pandangan mata, sebagaimana api
yang besar berasal dari percikan bara.
Berapa banyak pendangan sanggup menembus relung hati
pemiliknya, seperti kekuatan anak panah yang lepas dari busurnya.
Seorang hamba, selama mengumbar pandangannnya untuk memandang
selainnya, maka dia berada dalam bahaya.
Ia menyenagkan mata dengan sesuatu yang membahayakan hatinya,
maka janganlah menyambut kesenangan yang akan memebawa pada bencana.
Di antara bencana yang ditimbulkan pandangan adalah
penyesalan, malapetaka dan sakit hati. Tatkala seorang hamba melihat sesuatu
yang ia tidak mampu meraihnya, juga tidak mampu bersabar atasnya, sesungguhnya
hal ini merupakan salah satu bentuk siksaan yang paling pedih. Yaitu,
(penderitaan yang menerpa) manakala kamu melihat perkara yang kamu tidak mampu
bersabar atas perkara tersebut, tidak juga atas sebagiannya, bahkan kamu tidak
mempunyai kemampuan sama sekali untuk meraihnya.
Seorang penyair berkata:
Setiap kali engkau mengumbar pandanganmu yang menjadi utusan
hatimu, maka setiap yang kau pandang itu akan menggelisahkan hati.
Engkau melihat sesuatu yang seluruhnya tidak mampu kau
dapatkan, dan atas sebagaimana pun kau tidak punya kesabaran.
Bait sya’ir diatas membutuhkan penjelasan. Maksudnya, kamu
melihat sesuatu yang tidak mampu diraih sama sekali, meskipun hanya sedikit,
sementara kamu juga tidak mampu bersabar atas sebagaimananya. Perkataan: laa
kulluhu anta qoodirun’alaihi bermakna menadikan kemampuannya uuntuk mendapatkan
sesuatu tersebut secara keseluruhan, yang berarti pula menafikkan kemampuan
untuk mendapatkan setiap bagiannya.
Berapa banyak orang yang tidak menhentikan pandangan hingga
terbunuh diatas pandangan-pandangan itu.
Ia bosan dengan keselamatan lalu mengumbar pandangannya,
sambil berdiri di atas puing-puing sidangka rupawan.
Ia masih terus mengumbar pandangannya, hingga ia terbunuh di
atas pandangan-pandangannya itu.
Menakjubkan, bahwasanya pandanga seseorang ibarat anak panah yang jika sampai
kepada sasaran (apa yang dipandangnya), akan menempati suatu tempat dalam
reluang hati yang memandangnya.
Ada pula dalam sya’ir lain:
Wahai orang yang bersungguh-sungguh melontarkan panah
pandangan, engkaulah korban terbunuh dari apa yang kau lontarkan, jika tidak
mengenai sasaran
Wahai pengutus pandangan yang sedang mencari kesembuhan
baginya, tahanlah utusanmu agar tidak datang membawa kebinasaan.
Lebih aneh lagi, pandangan itu melukai hati dengan luka yang
mendalam, lalu diikat dengan luka di atas luka; tetapi luka itu tidak membuat
pelakunya jera sehingga dia tetap mengulang-ulang kembali perbuatan tersebut.
Sya’ir mengenai hal ini:
Engkau selalu mengikuti pandangan demi pandangan terhadap
setiap sesuatu yang elok menawan
Engkau menyangka hal itu adalah penawar luka yang kau derita,
namun kenyataannya justru mendatangkan luka di atas luka.
Maka, kau sembelih matamu dengan pandangan dan tangisan,
sedangkan hatimu kau jadikan sembelihan yang sebenarnya.
Ada yang berkata, “Menahan pandangan lebih ringan
dibandingkan penyesalan yang terus berlangsung”.
-Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Ad-Daa’ wa ad-Dawwa’-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar